Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Umum. Tampilkan semua postingan

Candi Terbesar di Indonesia adalah Candi Borobudur

 

Jakarta - Di Indonesia, terutama Pulau Jawa, terdapat banyak sekali peninggalan budaya agama Buddha. Salah satu yang terbesar adalah Candi Borobudur.

Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasinya berdekatan dengan dua candi Buddha lainnya, yaitu Candi Pawon dan Candi Mendut.

Pada 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (World Cultural Heritage) oleh UNESCO. Demikian candi ini menjadi salah satu peninggalan yang sangat penting yang patut untuk dijaga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, kapan ya Candi Borobudur didirikan? Dan kira-kira siapa yang membangun candi megah tersebut? Simak sejarah Candi Borobudur singkat pada uraian berikut.

Baca juga:
Sejarah Candi Prambanan, Awal Pembangunan hingga Penamaannya
Sejarah Singkat Candi Borobudur
Dikutip dari buku Candi Indonesia: Seri Jawa oleh Edi Sedyawati, dkk, tidak ada keterangan pasti kapan Candi Borobudur didirikan.

ADVERTISEMENT
Namun para arkeolog menyepakati masa pembangunan Candi Borobudur sekitar tahun 775-832, dilansir website Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Berdasarkan penelitian bentuk huruf Jawa Kuno yang dipakai untuk menulis inskripsi pendek-pendek di atas panil relief Karmawibhangga, Candi Borobudur diperkirakan berdiri sejak abad ke-9.

Menurut J.G. de Casparis, ahli epigraf asal Belanda, Candi Borobudur didirikan oleh seorang raja Dinasti Sailendra atau Syailendra yakni Raja Samaratungga beserta putrinya Pramodhawardhani. Pendapatnya didasarkan pada dua prasasti mereka, yakni Prasasti Karang Tengah dan Prasasti Sri Kahulunan.

Candi Borobudur diketahui merupakan peninggalan sarana ritual agama Buddha, tepatnya perpaduan ajaran Buddha Mahayana dan Tantrayana dengan meditasi filsafat Yogacara.

Ajaran Buddha semacam itu disebut mirip dengan yang berkembang di Bengal, India pada abad ke-8 pada masa pemerintahan raja-raja Pala.

Penemuan Candi Borobudur
Candi Borobudur ditemukan pada 1814. Kala itu, Sir Thomas Stamford Raffles yang menjabat sebagai gubernur jenderal Inggris menerima laporan tentang penemuan candi di Desa Bumisegoro, dekat Magelang. Insinyur Belanda H.C. Cornelius pun diperintahkan untuk menelitinya.

Kemudian, sejumlah orang Belanda mulai tertarik dan meneliti penemuan Candi Borobudur tersebut. Pada 1835, Hartmann menyuruh anak buahnya untuk membersihkan candi. Ia menemukan sebuah arca Buddha yang belum selesai beserta benda-benda lain termasuk sebilah keris.

Pada 1885, J.W. Ijzerman membuka dasar candi dan ia menemukan relief yang kemudian dikenal relief Karmawibhangga dengan jumlah panil sebanyak 160 buah.

Sampai uraian lengkap mengenai Candi Borobudur yang ditulis oleh Th van Erp dan N.J. Krom terbit pada 1927 dan 1931.

Pemugaran Candi Borobudur
Saat ditemukan, keadaan Candi Borobudur sangat memprihatinkan. Oleh sebab itu, van Erp memugar bagian candi yang berbentuk oval di tingkat 7, 8, dan 9 pada 1907. Ia menyusun kembali stupa-stupa dan pemugaran selesai pada 1911.

Kondisi Candi Borobudur kembali rusak karena proses alam. Bagian-bagian lain di candi yang belum sempat tertangani oleh van Erp pun amblas dan dindingnya miring. Melihat itu, UNESCO dan lembaga lain menginisiasi pemugaran.

Pemugaran kali ini dipimpin oleh Prof Dr R Soekmono dan dibantu Ir Rooseno untuk segi konstruksinya. Proyek pemugaran kedua berlangsung antara tahun 1973-1983. Peresmian dilakukan pada 23 Februari 1983 oleh Presiden Soeharto.

Bangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur berbentuk bujur sangkar dengan ukuran seluruhnya mencapai 123 x 123 meter. Tingginya sekitar 42 meter yang terhitung sampai bagian atas puncak chattra. Tanpa chattra, tinggi Candi Borobudur diperkirakan 31 meter.

Bangunan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkatan. Enam tingkat di bawah berbentuk bujur sangkar dengan ukuran semakin atas semakin kecil. Tingkat 7-9 berdenah hampir bulat, dan tingkat paling atas berupa stupa besar. Adapun di bagian kakinya dapat ditemukan relief cerita Karmawibhangga.

Secara keseluruhan, Candi Borobudur berbentuk stupa yang memiliki struktur berundak teras. Warisan budaya ini terbuat dari susunan batu andesit yang disambung kuat dengan teknik pasak "ekor burung layang-layang" atau pasak "kupu-kupu".

Menurut W.F. Stutterheim, tingkatan Candi Borobudur dapat dibagi menjadi tiga sebagaimana konsep dhatu, yaitu tahapan yang harus dilalui untuk mencapai ke-Buddha-an.

Ketiga pembagian tingkatan Candi Borobudur, yakni:

1. Kamadhatu

Kamadhatu merupakan bagian tingkat pertama atau kaki Candi Borobudur yang berhiaskan relief Karmawibhangga.

2. Rupadhatu

Rupadhatu adalah bagian tingkat kedua hingga keenam dari candi. Di tingkatan ini dapat ditemui relief Lalitavistara, Jataka, Awadana, Gandavyuha, dan Bhadracari.

3. Arupadhatu

Arupadhatu merupakan bagian tingkat ketujuh hingga kesepuluh dari Candi Borobudur. Relief tidak ditemukan di tingkatan ini, melainkan terdapat banyak stupa yang menggambarkan pencapaian sempurna umat manusia.

Nah, itu tadi sejarah Candi Borobudur singkat. Mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya dunia yang ada di negara ini ya.

Baca artikel detikedu, "Sejarah Singkat Candi Borobudur, Warisan Budaya Peninggalan Dinasti Syailendra" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7307043/sejarah-singkat-candi-borobudur-warisan-budaya-peninggalan-dinasti-syailendra.

Sumber : https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7307043/sejarah-singkat-candi-borobudur-warisan-budaya-peninggalan-dinasti-syailendra


Penemu Club Barcelona

 


Penemu Club Barcelona

Dikutip situs resmi FC Barcelona, Gamper adalah seorang penggemar olahraga yang berdedikasi, dan ia memandang olahraga sebagai faktor penting dalam membawa keluar potensi terbaik manusia. Ia bermimpi untuk menciptakan organisasi yang terbuka bagi semua orang, tanpa memandang asal-usul mereka.


Ia ingin menciptakan klub yang menjadi sarana integrasi sosial, di mana setiap orang bisa menyuarakan pendapatnya, dan ia menciptakan masyarakat demokratis yang dikelola secara bebas oleh anggotanya.


Joan Gamper selain menjadi pendiri, juga menjabat sebagai presiden FC Barcelona sebanyak lima kali. Salah satu prestasi utamanya adalah membantu klub ini memiliki stadionnya sendiri.


Untuk menghormati jasanya, pada 1966, Presiden FC Barcelona, Enric Llaudet menciptakan Joan Gamper Trophy. Trofi ini berbentuk cangkir perak seberat 800 gram dengan finishing emas lima mikrometer di atas alas marmer seberat 10 kilogram.


Awal Mula Berdirinya Club Barcelona


Gamper tiba di Barcelona pada 1898 dan segera terlibat dalam permainan sepak bola dengan sekelompok teman di Bonanova. Pada Oktober 1899, Gamper memasang iklan di majalah Los Deportes untuk mencari pemain yang tertarik membentuk tim sepak bola.


Hasilnya, pada 29 November, Gamper dan sebelas pria lainnya (Otto Kunzle dan Walter Wild dari Swiss, John dan William Parsons dari Inggris, Otto Maier dari Jerman, dan Lluís d’Ossó, Bartomeu Terradas, Enric Ducal, Pere Cabot, Carles Pujol, dan Josep Llobet dari Catalonia), berkumpul di Solé Gymnasium untuk membentuk sebuah asosiasi yang akan memakai nama dan lambang kota Barcelona, yaitu Futbol Club Barcelona.


Pada awalnya, FC Barcelona menggunakan lambang yang sama dengan lambang kota Barcelona sebagai bentuk solidaritas dengan kota yang menjadi tuan rumah bagi klub olahraga baru ini.


Namun, pada 1910, klub tersebut memutuskan untuk memiliki lambang sendiri dan mengadakan kompetisi untuk menemukan desain baru, yang hingga kini masih bertahan dengan satu atau dua variasi.


Seragam pertama klub tersebut memiliki desain unik, setengah kaus berwarna biru dan setengah merah anggur, dengan lengan berwarna berlawanan dan celana pendek putih.


Kesulitan mereka dalam menemukan lapangan permanen disebabkan oleh ketidakstabilan ekonomi dan kurangnya ruang terbuka yang luas pada saat kota sedang mengalami ekspansi urban.


Klub ini berpindah-pindah tempat bermain sebelum akhirnya menetap di lapangan Carrer de Muntaner pada 1905. Beberapa lapangan termasuk bekas trek sepeda di Bonanova, Hotel Casanovas, Carretera d’Horta, dan Carrer de Muntaner.


Pada 1900, FC Barcelona memenangkan Copa Macaya, yang merupakan awal dari kejuaraan sepak bola Catalan. Copa Macaya menjadi trofi pertama FC Barcelona, menjadi pendahulu Kejuaraan Sepak Bola Catalonia. Trofi ini, yang dimulai pada 1900, merupakan karya seni modernis yang luar biasa. Sayangnya, Copa Macaya menghilang setahun setelah pembentukannya.


Sumber: 

https://www.tempo.co/sepakbola/124-tahun-fc-barcelona-ini-peran-penting-joan-gamper-114045


Rumah adat Papua




Rumah Honai

Honai merupakan rumah tradisional masyarakat Papua Pegunungan dan Papua Tengah khususnya suku Dani.Rumah honai berbentuk bulat sederhana dengan pintu kecil dan tidak dilengkapi jendela. Ada pula yang berbentuk persegi panjang, rumah jenis ini namanya Ebe'ai (Honai Perempuan). Tinggi rumah sekitar 2,5 meter yang terbagi menjadi dua bagian yaitu lantai bawah dan lantai atas. Lantai bawah biasa digunakan untuk tidur, sedangkan lantai atas digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, bersantai dan membuat kerajinan. Pada lantai bawah, dibagian tengah terdapat hipere yaitu tempat api unggun yang dipergunakan untuk memasak atau sekadar menghangatkan tubuh.


Kesederhanaan rumah honai bukanlah tanpa tujuan, struktur rumah yang kecil memberikan efek hangat. Selain itu rumah honai yang sederhana memudahkan pemiliknya untuk berpindah-pindah. Terdapat beberapa jenis rumah honai dalam satu kompleks perumahan yang disebut silimo, yaitu rumah honai atau pilamo (khusus laki-laki), rumah ebai atau ewe ai (khusus perempuan), rumah wamai atau hunila berbentuk persegi panjang (untuk kandang dan dapur).Ketiga nama tersebut berasal dari kata dasar "ai" yang berarti rumah, honai berasal dari gabungan kata "hun/hon" yang berarti laki-laki, ebeai berasal dari kata "ebe" yang berarti perempuan, dan wamai berasal dari kata "wam" yang berarti babi.

Rumah honai suku lain
  • Rumah honai suku Walak disebut Belamu (rumah laki laki), Uma (rumah perempuan dan anak-anak), dan Konela (rumah untuk memasak).
  • Rumah honai suku Lani disebut Kunume (rumah laki-laki), Ndukpaga (rumah perempuan), dan Lakame/Oliana (kandang ternak atau dapur).
  • Rumah honai suku Yali disebut Yowi (rumah laki-laki), Homea/Humi (rumah perempuan), Wam Ibam (kandang babi), dan Usa Yowi (rumah sakral/keramat) untuk upacara inisiasi laki-laki.
Sejarah

Dahulunya suku Dani tidak tinggal di dalam rumah hunian, melainkan berlindung di bawah pohon-pohon besar. Namun, berlindung di pohon besar membuat mereka kedinginan ketika hujan turun belum lagi jika ada angin kencang. Pada suatu hari, suku Dani memperhatikan burung-burung yang membuat sarang. Burung-burung tersebut mengumpulkan ranting kayu dan rerumputan kering dibentuk bulat. Dari pengamatan itulah suku Dani terinspirasi membuat Honai untuk mereka berlindung.


Fungsi dan filosofi

Selain berfungsi sebagai hunian, rumah honai memiliki beberapa fungsi dan filosofi tersendiri. Pertama, rumah honai berfungsi sebagi tempat menyimpan peralatan perang dan peralatan warisan leluhur. Selain itu di rumah honai juga para anak lelaki diajarkan tentang strategi perang. Kedua, rumah honai dijadikan tempat untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang. Terdapat pula honai yang didirikan khusus untuk pengasapan mumi, honai tersebut dapat ditemukan di Desa Aikima di Lembah Baliem.

Ada pun filosofi yang terkandung dari rumah honai sebagai berikut:

Pertama mengajarkan nilai persatuaan dan kesatuan yang tinggi antar sesama suku serta mempertahankan warisan budaya yang diwariskan para leluhur.

Kedua, nilai kerja sama dalam mengerjakan pekerjaan yang mengajarkan antar sesama harus sehati, sepikir dan satu tujuan. Hal tersebut tercermin dari awal pendirian rumah honai. Dimana orang yang akan membuat rumah honai akan memanggil keluarga untuk membantu membuat runah honai kemudian makan bersama.

Material

Berikut bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Honai:

a. Papan cincang, papan cincang merupakan papan yang kedua ujungnya runcing seperti tombak. Ujung runcing ini memudahkan proses pentacapan papan ke dalam tanah. Nantinya papan-papan tersebut menjadi dinding honai.

b. Balok kayu, balok kayu berfungsi menjadi tiang utama penahan atap honai

c. Kayu buah yang digunakan sebagai penutup atap honai

d. Lokap/pinde merupakan sejenis bambu kecil yang dijadikan alas untuk lantai

e. Rumput alang-alang untuk atap honai

f. Tali rotan atau akar pohon yang digunakan sebagai pengikat

Rumah honai pada awalnya tidak menggunakan paku, namun sekarang ada beberapa rumah yang menggunakan pake. Beberapa perubahan pun terjadi pada rumah honai, misalnya sekarang rumah honai menggunakan jendela untuk memperbaiki sirkulasi udara. Lebih jauh ada ada rumah honai yang menggunakan seng untuk atap.

Proses pembuatan

Untuk mendirikan honai, biasanya keluarga pembuat akan mengundang kerabat-kerabatnya untuk membantu mendirikan honai. Selama proses pembuatan, mereka akan melakukan bakar batu, yaitu makan bersama. Ada pun proses pembuatannya sebagai berikut


a. Tahapan pertama yang dilakukan adalah menggali tanah untuk metancapkan tiang utama honai. Tiang ini diletakan tepat di tengah-tengah rumah.

b. Selanjutnya, sebuah batu besar berbentuk datar diletakan di bawah galian. Fungsi batu ini ialah mencegah tiang cepat rapuh karena resapan air.

c. Tahap selanjutnya menggali tanah berbentuk lingkaran mengelilingi tiang. Luas lingkaran disesuaikan dengan kebutuhan.

d. Setelah galian selesai, waktunya memasang papan runcing mengikuti bentuk galian lingkaran. Agar antar papan runcing membentuk dinding yang kokoh, setiap papan perlu ditali rotan.

e. Proses selanjutnya adalah memasang rangka atap honai. Rangka honai dipasangkan dengan cara mengikat kayu buah dengan tiang utama dan juga dinding honai. Kayu buah tersebut disusun melingkar menyerupai payung.

f. Di samping itu alang-alang yang dikumpulkan perlu diikat seperti lidi kemudikan diasapi agar lebih awet.

g. Setelah alang-alang siap, alang-alang diikat ke atap. Setelah bagian ini honai hampir selesai

h. Untuk melengkapi honai, dibuatlah tikar dari anyaman pinde/lokop

i. Terakhir, proses membuat tungku api dan membuat saluran air di sekitar luar honai.

Terhitung setelah didirikan Honai dapat bertahan selama 4-5 tahun

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Honai

Rendang ( Salah satu makanan khas Minangkabau )

 


        Rendang merupakan sajian makanan dari ranah Minang, Sumatera Barat. Menurut sejarah, nama "rendang" berasal dari bahasa Minang, yaitu randang.  Kata randang merujuk pada teknik memasak bernama marandang, yang berarti mengolah dan mengaduk masakan dalam waktu yang lama sehingga hasil masakan menjadi kering. Terciptanya kuliner rendang berasal dari hasil akulturasi budaya yang masuk ke Minang. Salah satu kuliner yang sejenis dengan hidangan rendang yaitu kuliner kari dari India. 

      Mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah terciptanya rendang, Kompas.com berkesempatan untuk berbincang dengan ahli antropologi Universitas Andalas Yevita Nurti. Yevi mengatakan, terciptanya masakan di Sumatera Barat khususnya rendang, tidak lepas dari pengaruh budaya masyarakat yang datang berkunjung, salah satunya India. "Minangkabau memang punya banyak pengaruh dari segi bumbu, karena dulu dalam sejarahnya orang India dan pakistan datang ke Minangkabau untuk mencari rempah," kata Yevi saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon pada Rabu (5/1/2022).

       Ia mengatakan bahwa setelah terjadinya proses akulturasi melalui perkawinan, bumbu masak yang ada kemudian mulai menyebar dan dimodifikasi oleh masyarakat Minang, salah satunya untuk hidangan rendang. Sehingga tak jarang ada beberapa masakan yang menggunakan rempah mirip rendang, seperti olahan kari dari India.

        Orang Minang terkenal dengan budaya merantau, yaitu meninggalkan kampung halaman di Sumatera Barat dan berjuang di kampung halaman orang. Sejak dahulu, orang Minang yang merantau akan dibekali dengan rendang karena bisa awet dan tahan lama. "Perjalanan merantau pada saat itu belum menggunakan transportasi seperti saat ini. Jadi, dulu orang minang menumpangi kapal atau bus yang membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke tanah rantau. Sehingga dibekali rendang agar dapat dijadikan bekal di perjalanan," katanya.

        Tidak hanya itu, alat yang digunakan untuk membuat rendang yakni kuali besi, menandakan bahwa orang Minang sudah bisa pandai besi sejak dulu. Yevi mengatakan, dahulu sebelum adanya kompor seperti sekarang, orang Minang memasak rendang menggunakan tungku. Api tungku cenderung lebih besar, sehingga dapat menyebarkan panas merata melalui kuali besi saat memasak rendang.


Sumber:

Kepanjangan PMR



Sejarah PMR Di Indonesia


PMR adalah kepanjangan dari Palang Merah Remaja. Di Indonesia, Palang Merah Remaja didirikan pada 1 Maret 1950, setelah diadakan Kongres PMI ke-4 pada Januari 1950. Pendiri Palang Merah Remaja Indonesia adalah Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman.

PMR adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI di sekolah atau lembaga pendidikan formal dalam kepalangmerahan melalui kegiatan ekstrakurikuler.[1] PMR terdapat di PMI kota maupun kabupaten di seluruh Indonesia, dengan anggota lebih dari 5 juta orang, anggota PMR merupakan salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan prinsip-prinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional, serta mengembangkan kapasitas organisasi PMI.


Kebijakan PMI dan federasi tentang pembinaan Remaja bahwa : 


1.Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.

2.Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan.

3.Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI.

4.Remaja adalah kader relawan

5.Remaja calon pemimpin PMI pada masa depan.


Palang Merah Remaja atau PMR adalah suatu organisasi binaan dari Palang Merah Indonesia yang berpusat di sekolah-sekolah ataupun kelompok-kelompok masyarakat (sanggar, kelompok belajar, dll.) yang bertujuan membangun dan mengembangkan karakter Kepalangmerahan agar siap menjadi Relawan PMI pada masa depan.


Karakteristik PMR

  • Bersih
  • Sehat
  • Kepemimpinan
  • Peduli
  • Kreatif
  • Kerja sama
  • Bersahabat
  • Ceria
  • Inovatif
  • Agamais dan nasionalis


Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Palang_Merah_Remaja

Suku Baduy


 



Suku Baduy adalah masyarakat adat yang hidup di pedalaman Banten, Jawa Barat. Populasi suku Baduy diperkirakan sekitar 26.000 orang, termasuk sekelompok masyarakat yang sangat tertutup dari dunia luar. Masyarakat suku Baduy termasuk dalam sub-suku Sunda, yang belum terpengaruh modernisasi dan masih memiliki tradisi serta adat khas yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia luar. Menurut penelitian, agama yang dianut oleh suku Badui adalah Sunda Wiwitan, yang merupakan sinkretisme antara Islam dan Hindu.


Sejarah 

Masyarakat suku Baduy tinggal di sebuah wilayah di kawasan Pegununan Kendeng, di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat. Terdapat beberapa versi terkait asal-usul suku Baduy, tetapi yang paling terkenal adalah mereka merupakan keturunan dari Kerajaan Pajajaran. Pada zaman dulu, warga Kerajaan Pajajaran mengasingkan diri ke wilayah Pegunungan Kendeng di Banten Tengah. Awal mula pengasingan terjadi karena wilayah Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, yang datang dengan misi menyebarkan ajaran Islam. Putra Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin, kemudian mendirikan Kesultanan Banten pada abad ke-16. Pada 1570, Maulana Hasanuddin digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf atau Panembahan Yusuf sebagai raja kedua Kesultanan Banten.

Ketika Panembahan Yusuf dari Banten mengalahkan Kerajaan Pajajaran, tidak seluruh masyarakatnya bersedia memeluk Islam. Mereka yang menolak kemudian menyingkir ke wilayah Banten Selatan dan keturunannya sekarang disebut suku Baduy. Selama berhari-hari menghabiskan waktu di jalan, rombongan ini sampai di hulu Sungai Ciujung di jantung Pegunungan Kendeng (sekarang Panembahan Arca Domas atau Petak 13). Sedangkan menurut pengamat budaya Baduy, orang-orang suku Baduy percaya bahwa nenek moyang mereka sudah ribuan tahun tinggal di wilayah Kaolotan. Ada juga yang percaya mereka adalah keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal-usul ini juga kerap disangkutpautkan dengan kisah Nabi Adam yang dianggap sebagai nenek moyang pertama mereka.


Asal-usul nama

Selain sejarahnya, asal-usul nama Baduy juga memiliki beragam versi. Di kalangan masyarakat Banten, nama Baduy dipercaya berasal dari sebuah sungai di sana yang bernama Cibaduy. Lalu, ada pula yang menyebutkan bahwa kata Baduy berasal dari kata Baduyut, karena tempat tinggal mereka banyak ditumbuhi pohon Baduyut. Namun, yang paling populer adalah para penjajah Belanda yang datang ke Nusantara menganggap orang Baduy mirip dengan orang Badui dari Timur Tengah. Sejak saat itu, mereka kerap disebut sebagai suku Baduy. Sementara orang Baduy menyebut diri mereka sebagai urang Kanekes atau orang Kanekes, sesuai dengan wilayah tempat mereka tinggal.


Adat istiadat orang Baduy

Suku Baduy terbagi menjadi dua bagian, suku Baduy dalam dan suku Baduy luar. Adapun perbedaannya adalah, suku Baduy dalam masih memegang teguh adat dan aturan dengan baik. Sementara suku Baduy luar sudah terpengaruh oleh budaya luar, seperti menggunakan sabun mandi, alat elektronik, dan mengizinkan orang luar menginap. Perbedaan lain juga bisa terlihat dari pakaian mereka. Suku Baduy dalam sehari-hari menggunakan baju berwarna putih yang melambangkan kesucian. Sedangkan pakaian suku Baduy luar adalah serba hitam. Suku Baduy dalam diketahui tinggal di tiga kampung, yaitu Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo, yang dipimpin oleh ketua adat disebut Pu'un. Suku Baduy luar tinggal di 50 kampung berbeda di kawasan Pegunungan Kendeng. Mereka berbicara menggunakan bahasa Sunda dialek Baduy.


Di samping itu, suku Baduy memiliki aturan yang masih terus dipatuhi sampai saat ini, khususnya oleh suku Baduy dalam, yaitu:

  • Tidak boleh menggunakan kendaraan sebagai transportasi
  • Tidak boleh menggunakan alas kaki
  • Pintu rumah harus menghadap utara atau selatan, kecuali rumah ketua adat 
  • Dilarang menggunakan alat elektronik
  • Harus menggunakan pakaian serba hitam atau putih yang ditenun dan dijahit sendiri
  • Tidak boleh menggunakan pakaian modern


Agama suku Baduy

Agama suku Baduy adalah Sunda Wiwitan, yaitu kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan leluhur yang sudah bersatu dengan alam. Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda, berisikan ajaran keagamaan dan tuntunan moral.

Dalam Sunda Wiwitan, ada tiga macam alam yang dipercaya oleh suku Baduy, yaitu:

  • Buana Nyungcung: tempat bersemayamnya Sang Hyang Kersa Buana
  • Panca Tengah: tempat berdiam diri manusia 
  • Buana Larang: neraka


Biasanya, doa yang dilakukan oleh para penganut Sunda Wiwitan adalah lewat nyanyian pantun dan kidung yang disertai gerak tarian. Tradisi mereka dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi yang dikenal dengan sebutan Perayaan Seren Taun. Tempat sembahyang umat Sunda Wiwitan adalah pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak di bukit.


Sumber:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/15/120000379/suku-baduy--sejarah-adat-dan-agama?page=all#:~:text=Sumber:%20Tribunnews.com%2C%20Kompas,sinkretisme%20antara%20Islam%20dan%20Hindu.


Mengenal uang Kuno


Uang kuno

Uang Kuno adalah peninggalan sejarah  yang memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan banyak orang yang akhirnya tertarik untuk memiliki uang kuno, walaupun secara fungsi uang ini sudah tidak bisa digunakan untuk bertransaksi.



Uang Kuno di dunia

Terdapat banyak sekali uang-uang kuno yang ada di dunia, baik yang masih dipakai maupun sudah tidak dipakai, contohnya adalah Dirham yang berasal dari Arab  Copper Dollar tahun 1794 dari amerika.

Di Indonedsia  uang kuno kebanyakan akan dikumpulkan atau dikoleksi, tak sedikit juga yang memperjual-belikannya, hobi mengumpulkan uang lama dan menjualnya disebut  numismatik.


Numismatik

Meskipun kurang begitu populer dibandingkan hobi mengumpulkan perangko (filateli), sebenarnya sudah banyak orang yang memiliki hobi mengumpulkan uang kuno. Uang kuno berupa uang kertas dan uang koin tersebut disimpan karena dirasa berharga dan memiliki kenangan tertentu. Ada pula uang kuno yang dikumpulkan untuk tujuan investasi. Hobi mengumpulkan uang kuno ini disebut numismatik.

Numismatik adalah suatu kegiatan mengumpulkan benda-benda terkait uang, seperti uang kertas, uang koin, token, dan benda-benda terkait lainnya yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat. Numismatik mempelajari antara lain, sejarah mata uang, cara pembuatannya, ciri-cirinya, variasi yang ditemukan, pemalsuannya, sejarah politik terbentuknya mata uang tersebut, dsb. Koleksi numismatik tidak terbatas pada uang lama atau kuno tetapi termasuk uang yang sedang berlaku saat ini. Meskipun kebanyakan koleksinya memang berupa uang lama atau kuno. Koleksi numismatik bisa berasal dari berbagai negara dan masa peredaran. Masyarakat umum mengenal numismatik sebagai hobi mengoleksi uang kuno. Orang yang berkecimpung dalam dunia numismatik disebut numismatis.

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Uang_kuno


Rumah adat Provinsi Riau



Salaso Jatuah Kambar (dalam bahasa Minangkabau) atau Selaso Jatuh Kembar adalah rumah adat khas Riau yang berupa balai selaso jatuh. Balai atau rumah adat ini difungsikan sebagai tempat berkegiatan bersama, sebagai tempat pertemuan, tetapi tidak digunakan sebagai tempat tinggal pribadi. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar dikenal juga dengan sebutan balai penobatan, balirung sari, balai karapatan dan sebagainya. Dulu bangunan ini sangat ramai karena kerap digunakan oleh warga untuk melaksanakan acara-acara adat lokal, seperti musyawarah, penobatan kepala adat, untuk rapat perihal desa dan bahkan untuk melaksanakan upacara adat. Akan tetapi, sekarang semua itu telah digantikan oleh masjid.


Bentuk rumah adat Selaso Jatuh Kembar
Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki bentuk khusus. Bangunan rumah ini memiliki keliling yang selaras antara penyangganya dengan lantai yang lebih rendah. rumah adat ini juga dipercantik dengan berbagai macam ukiran dengan bentuk tumbuhan dan hewan.[2] Masing-masing ukiran memiliki makna dan nama yang berbeda-beda. Rumah adat Selaso Jatuh Kembar memiliki ukiran di bagian tangga yang disebut dengan lebah bergantung atau ombak-ombak karena bentuknya menyerupai ombak atau bisa dilihat juga mirip dengan lebah-lebah yang bergantungan. Ada juga ukiran yang disebut dengan ukiran melambai-lambai yang berada di bagian atas pintu dan daun jendela. Sedangkan ukiran yang diukir di bagian kisi-kisi pintu dan jendela dinamakan semut beriring karena bentuknya terinspirasi dari cara semut berjalan yang beriringan dan ini memiliki makna mendalam. Persoalan makna akan dibahas kemudian. Selain ukiran yang sudah disebutkan masih ada juga ukiran yang disebut dengan ukiran tiang menggantung di bagian tiang Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar. Bila anda melihat Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar di sana ada bagian yang tampak memanjang atau melengkung, bagian ini juga memiliki ukiran yang dinamakan kalok paku. Ada juga ukiran di bagian ujung atas dan juga di ujung bawah tiang. Ukiran di bagian atas dan dasar ini disebut dengan pucuk rebung karena bentuknya yang menyerupai bambu muda yang baru muncul dari tanah. Sementara itu, kalau anda mengamati bagian cucuran atap, di sana pun ada bagian khusus yang menyerupai sayap, bagian itu memiliki ukiran khusus yang disebut dengan sayap layangan atau sayap layang-layang. Bergeser ke bagian langit-langit, anda bisa melihat bagian ventilasi yang berukir. Ukiran ini disebut dengan melur atau bunga Cina atau bunga manggis. Penamanaan ini merujuk pada bentuk ukiran yang bentuknya sangat mirip dengan bunga cina ataupun bunga manggis. Pembuatannya pun juga berdasarkan pada dua jenis bunga tersebut. Terakhir adalah ukiran di bagian puncak yang dinamakan selembayung atau bahasa setempat disebut juga Sulobuyung.


Bahan dan fungsi rumah adat Selaso Jatuh Kembar
Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar berukuran besar. Jumlah susunanya lebih dari satu tingkat. Penamaan Selaso Jatuh Kembar diambil dari bentuk atau penampakannya secara keseluruhan yang mana rumah Adat Selaso Jatuh Kembar ini memiliki selasar atau dalam bahasa lokal disebut Selaso. Bagian ini posisinya lebih rendah dibandingkan dengan ruang tengah sehingga tampak jatuh. Sedangkan jumlah selasar itu sendiri tidak hanya satu melainkan dua, karena selaso yang jatuh ada dua maka disebut selaso jatuh kembar, mengingat bentuk selasonya pasti sama. Bahan pembuatan Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar diambil dari alam. atap rumah dibuat dari daun rumbia. Daun-daun tersebut disusun dan diikat menggunakan rotan pada tulang atap. Bagian dindingnya dibuat dari kayu-kayu. Bagian tiang juga dibuat dari kayu-kayu dengan kualitas terbaik. Kayu-kayu pilihan itu antara lain kayu meranti, kayu punak, atau kayu medang. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar di masa lalu difungsikan sebagai balai pertemuan adat. Nama rumah adat inipun berhubungan dengan fungsinya.


Bagian-bagian rumah adat Selaso Jatuh Kembar
Rumah Selaso Jatuh Kembar memiliki beberapa bagian atau sekat yang menjadikannya memiliki beberapa ruang. Meski tidak digunakan sebagai tempat tinggal, sekat ini dibentuk karena memiliki fungsi tertentu. Ruang-ruang tersebut khusus sebagai tempat berkumpul untuk membedakan mana yang tetua, warga laki-laki dan perempuan. Di samping sebagai ruang untuk pertemuan, sebagian ruang yang lain difungsikan sebagai tempat menyimpan benda-benda adat. Benda-benda yang disimpan di rumah Adat Selaso Jatuh Kembar ini antara lain perlengkapan tari dan alat-alat musik. Masih ada lagi ruang untuk anjungan, tempat tidur khusus untuk prosesi terentu, dan ada juga dapur yang dimanfaatkan untuk memasak ketika ada acara di Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar. Berikut adalah bagian-bagiannya secara terperinci. Bagian Atap Rumah Selaso Jatuh Kembar terbuat dari daun rumbia dan daun pinah yang diikat pada tulang bubungan memakai tali rotan. Daun pinah atau daun rumbia digunakan sebagai bahan membuat atap karena di samping memberi efek kesejukan, di sana pada zaman dahulu belum akrab penggunaan genteng atau bahan pembuat atap lainya. Daun pinah dan rumbia sampai sekarang masih dipertahankan di beberapa rumah adat daerah.


Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki loteng yang dibuat tepat di atas dapur. Fungsi loteng adalah untuk mengeluarkan asap dapur dan juga digunakan pula sebagai menyimpan bahan makanan. Loteng dibuat dari papan Merbau yang merupakan kayu keras. Merbau dibuat menjadi tipis seukuran papan tapi masih kuat. Bagian loteng memiliki lubang angin sebagai ventilasi agar angin dapat keluar masih menyegarkan ruangan dapur. Ventilasi khusus loteng ini disebut dengan Bidai atau Singap. Bentuknya berundak-undak dan dihias dengan ukiran sehingga tampak memiliki nilai seni yang tinggi bagi yang mengetahuinya. Bagian loteng ini dilengkapi dengan bagian kecil di bawah lubang ventilasi, sehingga tampak seperti balkon kecil jika dilihat dari luar. Bagian tersebut dinamakan Teban layer. Umumnya bentuk Bidai atau ventilasi dari Loteng di atas dapur ini berbentuk segi enam, segi empat, segi delapan, dan bahkan ada yang berbentuk bulat. Berdasarkan keterangan adat disebutkan bahwa pemilihan bentuk tersebut disesuaikan dengan arah mata angin. Bagian loteng tetap tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur alam untuk membuatnya kokoh dan dapat mengurangi hawa panas yang dapat terjadi di dalam rumah.


Dari loteng mari berpindah ke kasau yang merupakan salah satu bagian dari atap. Kasau disebut juga dengan kaki kuda-kuda. Di bagian dapur, bagian ini akan menyatu dengan loteng. Kasau memiliki fungsi untuk mengikat atau memperkokoh bagan atap. Kasau memiliki dua bagian yakni Kasau Jantan dan Kasau Betina. Kasau Jantan diposisikan di bagian bawah sedangkan Kasau Betina diposisikan di bagian atas. Di antara posisi kasau Jantan dan Kasau Betina dipasangi dengan sesuatu yang disebut gulung-gulung. Bagian ini berbentuk persegi dan pemasangannya dibuat sejajar dengan tulang bubung untuk memperkuat posisi pemasangan atap.


Tiang Selaso Jatuh Kembar
Tiang selaso jatuh kembar merupakan tiang penopang rumah melayu ini. Tiang Selaso Jatuh Kembar dibuat dalam beberapa bentuk ada yang segi delapan dan segi empat menjelaskan arah mata angin. Tujuannya agar rejeki dan berkah mendatangi rumah dari setiap penjuru. Jika dibuat dalam bentuk segi enam hal itu menggambarkan rukun iman, dan jika dibuat dalam bentuk segi tujuh maka itu mewakili surga dan neraka yang memiliki tujuh tingkatan. Jika dibuat dalam bentuk segi sembilan atau disebut juga dengan tiang rangkayemaka itu berarti menggambarkan strata ekonomi penghuninya. Ukuran tiang penopang dari Rumah Adat Selaso Kembar berbeda-beda berdasarkan letak dan fungsinya. Tiang utama terdiri atas tiang seri dan tiang penghulu yang disebut juga tiang tuo. Jarak penempatannya sebesar 3 meter antar tiang. Sedangkan jumlah tiang utama ini biasanya berjumlah genap. Rata-rata memiliki ketinggian 1 meter sampai 2,5 meter. tinggi tiang akan semakin tinggi jika rumah dibangun semakin dekat dengan laut. Kayu yang digunakan untuk membuat tiang utama adalah kayu keras, seperti kayu Kulim, Tembesu, Resak dan Punak. Akan tetapi, zaman sekarang Rumah Adat Selaso Kembar ada yang dibangun dengan tidak mengandalkan tiang ini melainkan dibangun dengan batu bata dan semen, tujuannya agar lebih kokoh.


Rasuk
Rumah adat Selaso Kembar memiliki bagian yang dinamakan dengan rasuk, bagian ini digunakan sebagai penghubung atau tiang panjang untuk menghubungkan pasak antar tiang dan juga atap. Pasak yang digunakan berbentuk persegi dan digunakan untuk memaku antar tiang agar kokoh. Di zaman sekarang, fungsi pasak telah digantikan oleh paku untuk menghubungkan tiang ataupun antar rasuk. Di samping pasak, rasuk juga biasa dihubungkan dengan jenang di bagian atapnya. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki dua jenis rasuk, yaitu rasuk berukuran besar dan rasuk berukuran kecil atau anak. Rasuk disusun hingga membentuk kerangka atap. Setelah jadi, barulah atap dipasangkan.


Dinding, pintu, jendela, lantai, tangga, dan kolong rumah adat Selaso Jatuh Kembar
Bagian-bagian krusial seperti dinding Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar dibuat dari kayu. Umumnya kayu yang dipilih adalah kayu yang kuat, seperti kayu meranti, kayu punak, dan kayu medang. Pemasangan kayu untuk dinding dibuat dalam bentuk papan lebar, kemudian disusun dengan teknik lidah pian. Penyusunan papan menjadi dinding dilakukan secara berhimpit agar rapat. Pemasangan kayu sebagai papan kini sudah mulai tergantikan oleh batu bata dan semen. Penggunaan Kayu juga dipilih untuk dipasang di bagian pintu, jendela, dan lantainya. Pintu dibuat dari bahan kayu punak dan tembesu. Rumah Adat Selaso Kembar memiliki dua macam pintu. Pertama pintu yang menghubungkan penghuni dengan area luar rumah dan kedua pintu yang menghubungkan antar ruang yang ada di dalam Rumah Adat Selaso Kembar. Kedua pintu itu memiliki sebutan yang berbeda. Pintu untuk menghubungkan bagian antar ruang di dalam rumah dibuset dengan pintu malim atau pintu curi karena kadang digunakan untuk mengintip siapa saja tamu yang datang, dengan kata lain di sana ada kegiatan curi pandang. Sedangkan pintu yang menghubungkan bagian dalam rumah dengan bagian luar tidak memiliki sebutan khusus. Kedua jenis pintu ini memiliki lubang angin di bagian atas. Sedangkan di bagian bawahnya dipasangi kisi-kisi. Pada bagian lubang angin dihias dengan ukiran khusus. Begitu pula dengan daun pintunya, dihias dengan ukiran tertentu yang umumnya kombinasi antara binatang dan tanaman.


Sementara itu, jendela juga dibuat dari jenis kayu yang sama. Jendela Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki ukuran yang bergantung pada ketinggian dinding rumah. Umumnya, ukuran jendela di ruang utama akan dibuat lebih tinggi daripada jendela di bagian lainnya. Sementara lantainya juga dibuat dari bahan kayu yang sama. Kayu dibuat dalam bentuk papan dan dipasangkan dengan posisi rapat satu sama lain di dalam bangunan. Pemasangan dilaksanakan dengan hati-hati. Papan kayu akan saling terhubung satu sama lain dari lantai utama sampai dengan ruang dapur. Pola penyusunannya disamakan dengan posisi rasuk di atap sehingga membentuk sinkronisasi yang tepat. DI bagian ujung lantai akan diperkuat dengan batas lantai yang disebut dengan bendul. Batas lantai ini juga dibuat dari bahan kayu yang sama. Bendul berfungsi sebagai pengikat ataupun penguat di bagian ujung lantai.[5]


lanjut ke bagian tangga rumah. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki tangga yang dibuat dari kayu pula. Akan tetapi, pada zaman modern ini tangga dari Rumah Adat Selaso Kembar sudah dibuat menggunakan batu bata atau semen. Penggunaan kayu pada zaman dulu haruslah kayu yang keras dan kuat untuk menahan segala macam perubahan cuaca. DI bagian sisi kanan dan kiri tangga Rumah Selaso Jatuh Kembar terdapat ukiran yang menyerupai tanaman dan satwa. Ukiran tersebut memiliki makna tersendiri. Kemudian, bagian terakhir adalah kolong rumah. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar memiliki bagian kolong yang digunakan sebagai tempat menyimpan kayu bakar. Kolong juga berfungsi untuk menyimpan perahu atau sampan yang digunakan warga untuk melaut. Rumah Adat Selaso Jatuh kembar miliki keluarga di bagian kolongnya akan penuh dengan barang-barang milik keluarga, kebanyakan akan berhubungan dengan jenis mata pencaharian mereka. Sedangkan di Rumah Selaso Jatuh Kembar yang merupakan rumah adat atau bangunan serbaguna, maka di bagian kolongnya akan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda adat untuk digunakan melaksanakan upacara adat khusus.


Corak ukiran rumah adat Selaso Jatuh Kembar
Setiap bagian dari Rumah Adat Selaso Kembar memiliki ukiran tertentu. Masing-masing dibuat dengan corak tertentu. Rumah Adat Selaso Kembar memiliki ukiran yang disebut dengan itik Sekawan. Corak ini diukir di bagian dinding yang memiliki makan agar manusia hidup berdampingan, selaras, damai, kompak, dan bersama-sama sampai akhir. Corak itik sekawan berbentuk itik berbaris berjalan bersama-sama kembali menuju kandang karena itu disebut juga dengan itik pulang petang. Ada juga ukiran yang disebut dengan ukiran pucuk rebung. Corak pucuk rebung dibuat menyerupai pucuk atau tunas bambu yang masih muda. Tunas tersebut tumbuh meruncing di mana memiliki makna tersendiri berdasarkan bentuknya. Berdasarkan bentuknya ada Pucuk Rebung Bertunas memiliki makna hilangnya rasa lapar dan dahaga yang menandakan setiap permasalahan selalu ada penyelesaiannya. Lalu, Pucuk Rebung Sekuntum sebagai simbol duduk bersama-sama untuk berdiskusi atau bermusyawarah mencapai mufakat ketika ada persoalan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Kemudian, Pucuk Rebung Kaluk Paku sebagai simbol agar selalu bergotong royong dan saling membantu sesama warga desa. Terakhir, Pucuk Rebung Sirih Tunggal sebagai simbol penghalang, celaka, dan sial dapat muncul dari mana saja karena itu setiap individu harus berhati-hati. Pucuk rebung ini dapat terlihat di bagian tiang-tiang rumah, di bagian pangkal maupun di bagian atasnya.


Selain ukiran Itik Sekawan dan Pucuk Rebung, ada juga ukiran yang disebut dengan Lebah Bergantung (Ombak-ombak). Ukiran lebah bergantung dibuat berdasarkan sarang lebah yang menggantung di pohon atau suatu tempat. Corak ini biasanya terdapat di bawah tangga, sebagai simbol untuk mengingatkan agar semua orang menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain seperti lebah yang menghasilkan madu yang bermanfaat untuk semua orang. Ukiran hewan lainnya ada yang disebut dengan Semut Beriring. Corak semut beriring sebagai simbol semut berjalan beriringan yang memiliki makna agar kehidupan manusia senantiasa mengikuti sifat semut yang selalu rukun, tolong menolong, rajin, dan teguh pada pendirian. Terakhir adalah simbol alam semesta yang berupa Awan Larat. Awan larat dibuat dalam bentuk rangkaian motif yang sama dibuat berjejer secara rapi dan berdampingan dan terhubung satu sama lain. corak ini menjadi simbol kemudahan mendapatkan rejeki. Awan larat bisa dijumpai di bagian anak tangga, sisi pintu dan jendela, serta di bagian atas ventilasi rumah. Semua itu berhubungan dengan kepercayaan lokal, bahwa jalan rejeki bisa berasal dari mana saja, dan datangnya juga bisa dari arah manapun. Ventilasi menggunakan simbol arah mata angin yang ini berhubungan erat dengan datangnya rejeki bisa datang dari arah mana saja. Sedangkan pintu dan jendela adalah jalan angin, yang merupakan jalan lapang untuk memasukkan rejeki ke dalam rumah. Sementara anak tangga, jelas maksudnya untuk membimbing seseorang atau rejeki itu sendiri memasuki jalan pintu yang benar.


Sumber:

Nama Pahlawan yang ada di uang 50

Perjuangan Ir. H. Kartawidjaja Bagi Indonesia


 

 Neni Suhaeni alam buku berjudul Djuanda Kartawidjaja: Berjuang untuk Kedaulatan, Keluasan, dan Kewibawaan NKRI menjelaskan bahwa Djuanda merupakan salah satu pejuang bangsa yang sangat gigih.


Beliau juga mempunyai peranan penting dalam menyelamatkan keutuhan NKRI, baik dari rongrongan kolonial yang ingin menjajah Indonesia kembali maupun dari perpecahan internal bangsa akibat pemberontakan dan separatisme yang muncul di beberapa daerah.


Djuanda Kartawidjaja pernah menjabat sebagai menteri dalam berbagai kabinet, bahkan saat meninggal dunia pada 6 November 1963.
Beliau masih menjabat sebagai Menteri Pertama antara tahun 1959-1963, dan sebelumnya telah menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan pada tahun 1957-1959.


Djuanda mempunyai pemikiran dan diplomasi yang brilian dan mempunyai andil besar memunculkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim paling besar di dunia.
Indonesia mempunyai kekayaan laut yang sangat besar dengan beraneka-ragam, baik berupa sumber daya alam terbarukan (misalnya, terumbu karang, perikanan, hutan mangrove, produk bioteknologi, dan rumput laut).


Sumber daya yang tak terbarukan adalah ( gas bumi, minyak, timah, emas, bauksit, bijih besi, dan mineral uang lain), serta energi kelautan, misalnya pasang-surut, angin, gelombang, dan OTEC ( Ocean Thermal Energy Conversion), maupun jasa-jasa lingkungan kelautan yang lain, misalnya pariwisata bahari serta transportasi laut.


Tanpa kenal lelah beliau memperjuangkan negara Indonesia untuk terlepas dari cengkeraman penjajah. Bukan itu saja, setelah Indonesia merdeka, Djuanda juga sangat aktif menjabat menjadi pejabat negara dan pemimpin yang terus memperjuangkan otonomi, kedaulatan,dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
Demikianlah penjelasan tentang nama pahlawan di uang 50.000 baru dan kisah perjuangannya bagi Indonesia.

Sejarah tentang penjahit Bendera Merah putih

 Penjahit Bendera Merah Putih



FATMAWATI

    Lahir pada 5 Februari 1923 di Bengkulu. Ia hidup dimasa pergerakan nasional dan orang tuanya  berjuang melalui organisasi Muhammadiyah. Pada tahun 1943 Fatmawati dipinang Soekarno menjadi isterinya. Fatmawati menjadi Ibu Negara pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967.

     Sewaktu Sewaktu serangan Agresi Militer I Belanda di Yogjakarta, Fatmawati sebagai Ibu Negara mendampingi Presiden Soekarno berlindung ke hutan mengurus segala keperluan untuk menyediakan makanan dengan peralatan dan bahan seadanya.

     Fatmawati juga dikenal akan jasanya dalam menjahit bendera pusaka “Sang Saka Merah Putih” yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada 17 Agustus 1945. Famwati meninggal dunia pada usia 57 tahun di Kualalumpur, Malaysia ketika dalam perjalanan pulang dari setelah melangsungkan Ibadah Umrah pada 1980 akibat serangan jantung. Fatmawati mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah melalui Kerpres No. 118/TK/2000 Tanggal 4 Nopember 2000, dua puluh tahun setelah wafatnya.


Sumber:

https://kesbangpol.sumbarprov.go.id/fatmawati

© Copyright - Tim IT SMP Negeri 2 Jatisari - Mr. Eka - Powered by Blogger - Designed by Tim IT